NGAWI , Ramahpublik. Com- Polres Ngawi Polda Jatim berhasil mengamankan 2 (dua) DPO (Daftar Pencarian Orang) dalam kasus tindak pidana pencabulan. Mereka adalah SA (69), TU (67) dan K als B (59) warga Kecamatan Widodaren Ngawi, Jawa Timur. Kedua pelaku kabur sejak dua bulan lalu, setelah melakukan perbuatan tindak pidana pencabulan kepada korban. Untuk pelaku K als B diamankan di rumahnya di Desa Widodaren
Ketiganya mencabuli seorang gadis pelajar SMP, hingga hamil 5 bulan bulan. Kedua pelaku kabur ke Depok dan satunya kabur ke Semarang. Polres Ngawi mengamankan SA di Kecamatan Cipayung Kota Depok. Sementara, TU diamankan di rumah saudaranya di Semarang, Jawa Tengah. Untuk K als B diamankan di rumahnya di Widodaren, Ngawi, Jawa Timur.
‘’Kami mengamankan ketiga pelaku pencabulan terhadap anak dan saat ini masih dilakukan pendalaman kembali oleh Reskrim,” tutur Kapolres Ngawi AKBP Argowiyono, S.H., S.I.K., M.Si., kepada media pada konferensi pers di Media Center Polres Ngawi, pada Jumat (5/7/2024)
Korban bukan merupakan ABK (anak berkebutuhan khusus), seperti yang banyak diberitakan.
“Perlu kami luruskan bahwa korban bukanlah ABK (anak berkebutuhan khusus), anak normal, sesuai keterangan yang diperkuat dari hasil Psikolog dari Dinas PPA Kab. Ngawi,” lanjut Argo, sapaan akrab Kapokres Ngawi didampingi Wakil Bupati Ngawi Dwi Riyanto Jatmiko dan Kasat Reskrim AKP AKP Joshua Peter Krisnawan, S.Tr.K., S.I.K., M.Sc serta Kasi Humas Iptu Dian.
Keluarga korban tidak terima atas perbuatan tersebut dan melapor ke polisi, yang kondisinya anak korban kini tengah hamil lima bulan.
Barang bukti yang disita adalah 1 buah kaos lengan pendek warna hitam, 1 buah celana pendek warna hitam, 1 buah kaos lengan pendek warna oranye, 1 buah celana panjang warna hitam, 1 buah BH dan CD warna putih, 1 buah kaos lengan pendek warna merah, 1 buah celana panjang warna hiajau, 1 buah sak/ karung warna putih bekas pupuk, dan surat VER (visum Et Repertum).
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kini ketiga pelaku disangkakan pada pasal 81 (2) atau pasal 82 (1) UURI No 17 tahun 2016 jo 65 KUHP. Ancaman hukuman penjara maksimal 15 (lima belas) tahun dan ditambah 1/3 dari hukuman yang diputuskan, karena merupakan perbuatan berulang.
“Saat ini masih kami lakukan pengembangan,” tutup Argo. (Kurnia)